Sambil duduk
di atas bangku panjang, ia membaca buku seakan-akan buku ini teman yang paling
akrab. Si bocah wanita berambut keriting menghampirinya sambil berkata. “ Nenek lanjutkan ceritanya biar saya tahu
bagaimana, saat nenek masih muda berlayar
ke negeri seberang,” tanya sibocah rambut keriting dengan nada lirih ? Sambil menutup buku
ia berkata pada si bocah wanita berambut keriting itu, “ Jadi masih pingin dengar lanjutan ceritanya nenek, tapi apa manfaatnya masa lalu nenek buatmu?, ” kata nenek pada si bocah wanita berambut keriting itu. “Akukan cuma pingin tahu saja ne, siapa tau
suatu saat nanti aku juga keliling dunia, ha..ha.,” jawab si bocah itu meyakinkan
neneknya. Nenekpun luluh hatinya mendengar
rayun dari si bocah wanita berambut keriting untuk melanjutkan cerita masa mudanya.
Untuk menjadi
seorang pelaut ulung pertama, itu harus mencintai pekerjaan itu. Apabila tidak maka sangat sulit untuk
hidup diatas kapal karena banyak suka dukanya hidup diatas laut. Kedua
harus punya surat-surat penting karena diatas kapal itu ibaratnya
kita hidup dalam sebuah negara. Aturannya sendiri tidak seperti hidup di darat.
Setelah nenek tamat dari Sekolah Pelayaran Pertama Matros
Ancol Jakarta tahun
1940, nenek berlayar di dalam negeri dengan kapal seperti ini: Kapal Waikelo
01 Agustus 1950, kapal Toba
tahun 1952, kapal Real tahun 1952
s/d 1953, kapal Pahut tahun 1953, kapal Valentin tahun 1953. Waktu itu perusahan pelayaran kebanyakan dari
Jerman dan Belanda. Saat nenek masuk
pertama di atas kapal itu Kaptennya Orang Israel. Orangnya tinggi besar namun
baik hati. Ia memanggil nenek itu Nadus, kalau di kampungkan orang memanggil nenek itu, Boli Pito. Semuanya itu dari permintaan
perusahan jadi kita di kapal itu berpindah-pindah tempat.
Walaupun kita
sekolah pelayaran namun tidak memiliki sertifikat pelayaran sama saja,
kita lamar keperusahan tidak akan di
terima. Nenek sendiri sampai mengambil surat seperti ini: Pelatihan keahlihan
pelayaran Panderwala Ancol Jakarta 1952 selama 3 bulan, Pelatihan keahlihan Juru Mudi Ancol Jakarta tahun 1953 selama 3 bulan, Pelatihan
keahlihan mualim 3, tahun 1954 selama 3 bulan, Pelatihan
keahlihan mualim 2, tahun 1955 selama 3 bulan. Surat-surat
seperti ini kita layak untuk berlayar. Jadi sekolah itu sangat penting buat kita kalau tidak orang akan menipu kita
gampang saja. “ Kamu mau supaya orang
lain menipuh kamu karena tidak tahu
tulis baca?” Tanya nenek pada si boca
wanita berambut keriting itu. Makanya kalau sekolah itu
harus rajin dan serius dalam belajar, “ Ia ne saya serius belajar, “ jawab si
bocah sambil membersihkan kening karena keringat bercucuran.
Nenek saat
keluar Negeri pertama kali, saat itu masih sekolah untuk praktek. Kami berlayar
dengan Kapal Cigli tahun 1941-1947 tujuan Austraia. Saat keluar dari laut sawu ombak
begitu besar namun kapalnya panjang
sehingga mengimbangi gelombang laut yang hampir setinggi rumah kamu di kampung
lama itu. “ Ombak tinggi sekali tu ka ne, tapi bagaimana perasaan nenek saat
itu, “ tanya si bocah berambut keriting begitu serius ? “ Nenekkan pertama kali baru alami sehingga hati nenek berdebar juga tapi,
nenek di kampung biasa selam untuk panah ikan le. “ jawab nenek menghibur hati si boca wanita wanita berambut kerting itu. Nenekpun melanjutkan ceritanya. Pada tahun 1951 nenek berlayar dengan
menggunakan Kapal Karsik, tahun 1951 s/d
1953 ke Suriname. Kalau ke Pnompen, Birma, Kamboja, Laos, Vietnam itu
nenek muat beras, ikan kering daerahnya seperti kita di Lamahora, asam juga
banyak.
Selanjutnya nenek di Kapal Reinir
1953 /d 1954, Mesir, Irak, Kuwait,
Israel tujuan kami saat itu untuk mengambil kapal Musi ke Indonesia. Namun
saat itu pas musim haji sehingga penumpang dari Indonesia itu banyak yang
hendak beribadah di Tanah Suci di Arab Saudi.
Nenek pindah lagi ke Kapal Van den Burr 1954 s/d 1955, dengan tujuan ke Kobe Jepang mengangkut biji
besi. Berlayar ke Birma, Kamboja, Laos, Vietnam, Afrika Selatan untuk muat beras, ikan asin.
Dan terakhir nenek di Kapal Musi untuk
mengamkut minyak sejak akhir tahun 1955 s/d 3 Maret 1956, dengan tujuan ke Kokos Australia, pergi pulang. Kapal Musi itu kapalnya
kecil namun memiliki ukuran panjang sehingga menahan
gelombang laut sawu.
Begitulah cerita
nenek saat masih muda sebagai seorang
pelaut. Jadi kalau ada niat masuk ke
sekolah pelayaran saja seperti nenek ya. Nenek kerja di kapal dengan ijasa tingkat II atau orang menyebut mualim II, jadi
kalau ada niat sekolah sampai selesai jangan seperti nenek. Bapa besarmu dulu
pernah sekolah juga tapi ia akhirnya menjadi seorang Tentara.
Akhir bulan
Maret 1956 nenek pulang kampung, sesampainya di kampung terjadilah peristiwa
pembunuhan Pater Conrardus Becher, SVD oleh teman kelas nenek saat kami sekolah
di Lerek. Namanya Bernardus Baha Wawin orangnya nakal saat kami sekolah.
Peristiwa pembunuhan saat itu nenek yang melindunginya di rumah. Kebetulan Bapa
kecil nenek saat itu seorang temukun aparat desa namanya, Yohanes Kia Lejab. Nenek yang antar pelaku pembunuhan sampai ke
Lebala untuk di bawah ke Ende dan di penjarakan di Nusa Kembangan.